Skip to main content

Viral Pedagang Cilok Pakai Jas ala Pejabat, Sebelum Keliling Jualan Didandani di Salon Dulu


Seorang penjual cilok yang nyentrik menggunakan jas viral di media sosial.

Dalam foto yang beredar nampak penjual cilok ini mengenakan jas hitam, dasi, celana, dan sepatu ala pejabat.

Sosok pria penjual cilok ini adalah Lutfi Ramli (34) pedagang bakso cilok asal Lingkungan Karang Kateng, Kelurahan Punia, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sosoknya kini sedang menjadi perbincangan di jagat dunia maya.

Dilansir dari TribunLombok, Lutfi mengaku benar-benar tidak menyangka dengan viralnya dirinya.

Ia kaget foto dirinya begitu cepat menyebar dan mendapat sorotan warganet.

Lutfi Ramli yang ditemui TribunLombok.com di rumahnya mengaku, hal itu dilakukan bukan semata-mata karena ingin viral.

Kini banyak orang menghubungi dia dan mengajak berteman di media sosial.

Keluarga mendorongnya membuat terobosan baru supaya cilok dagangannya tetap laris.

Ide itu juga terinspirasi beberapa pedagang bakso di luar daerah yang menggunakan jas saat berjualan.

Di samping itu, dia membuat branding ciloknya dengan sebutan “Cilok Pejabat, Dari Rakyat untuk Rakyat”.

Untuk mewujudkan ide itu, Lutfi dibantu kakaknya Nurul Hikmah yang kebetulan mengelola Salon Geneh.

Sebelum jualan keliling dia didandani di salon milik sang kakak.


Trik saat kondisi PPKM.

Cara itu dilakukannya agar bisa bertahan di tengah sulitnya situasi akibat pandemi Covid-19.

”Awalnya sih karena kondisi pandemi ini, apalagi dengan PPKM Darurat, pedagang kecil seperti saya kesulitan sekali mendapatkan pelanggan,” kata Lutifi, di rumahnya, Rabu (28/7/2021).

Selama pandemi Covid-19 omzetnya dagangannya turun drastis.

Karena semua aktivitas masyarakat dibatasi, pembeli cilok ikut berkurang.

Ditambah situasi ekonomi yang tidak menentu membuat banyak pelanggan hilang.

Di saat itulah, dia mulai berpikir bagaimana caranya agar usaha ciloknya kembali bergairah.

Sebab usaha cilok yang ditekuni sejak tahun 2014 itu menjadi mata pencaharian utama. Dia bisa membangun rumah pun hasil jualan cilok.


Meski pernah bekerja di Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPBD) NTB, penghasilan jualan cilok masih lebih bagus.

Karena itu, di saat situasi sulit karena pandemi, dia harus mempertahankan usaha cilok tersebut agar tidak mati.  

Sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, Lutif pun banyak mendapat masukan dari kakak-kakaknya.

Pengalaman pertama pakai baju rapi

Saat pertama kali keluar jualan menggunakan jas dia menjadi bahan tertawaan karena terlihat aneh.  

Bahkan, Habibah, kakaknya paling besar mengaku malu melihat adiknya berjualan memakai jas.

Tapi Lutfi tetap melakukannya, meski kadang terasa cukup gerah mengenakan jas dan dasi selama berjam-jam di pinggir jalan.

Usahanya tidak sia-sia.

Setelah hampir semingggu berjualan menggunakan jas dan dasi, hasilnya mulai tampak.

Dia mendapat sorotan banyak orang.

Saat berjualan di pinggir jalan banyak yang merekam karena dianggap unik.

Sampai akhirnya salah satu video yang direkam warga Punia tersebar luas dan menjadi viral di media sosial.

”Dengan dukungan keluarga dan kawan-kawan akhirnya cilok pejabat dari rakyat untuk rakyat ini viral (terkenal),” katanya.

Tidak hanya itu, yang paling penting baginya ciloknya kembali laris. Bahkan lebih laris dari biasanya. Pembali semakin banyak.

Respons masyarakat pun sangat bagus. Mereka menilai hal itu sangat positif.

”Dari hasil juga lumayan banyak, pelanggan tadinya sedikit jadi banyak karena mereka penasaran dengan pakaian yang saya gunakan,” katanya.

Omzet naik drastis

Sebelum menggunakan jas, jumlah cilok yang laku terjual biasanya hanya 50 cup atau setara 2 kg dalam sehari.

Omzet itu menurun dratis selama pandemi, terutama sejak PPKM Darurat diberlakukan.

Tapi sejak menggunakan pakaian jas dan dasi, ciloknya laku keras. Sekarang sehari bisa menghabiskan 3 kg bahan cilok, daging dan tepung.

Selain mengubah penampilan, Lutfi Ramli tidak pernah lupa memperhatikan kualitas cilok dagangannya.

Dia benar-benar menjamin kualitas ciloknya bagus, enak, dan higienis.


”Rasa dan kebersihannya harus kita jaga,” katanya.

Pada rombong ciloknya dia pun menulis cilok tersebut diolah dengan sayur dan daging pilihan, serta saos delmonte.

Karena menggunakan campuran sayur, warna ciloknya pun hijau. Tidak seperti cilok biasanya.

”Dari segi rasa pelanggan tidak kecewa, bahkan pelanggan tidak pernah membeli Rp 5 ribu, ada yang Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu,” katanya.

Pernah satu kali pembeli memborong dagangannya, dia membeli Rp 150 ribu atau 15 cup.

”Jadi pembeli benar-benar merasakan (enaknya) cilok ini,” katanya.

Lutfi biasa jualan di kawasan Jalan Airlangga, Kota Mataram, mulai pukul 17.30 Wita sampai pukul 21.00 Wita.

Setelah keliling dia biasanya mangkal di depan toko Alfamart Airlangga menunggu pembeli.

(*)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
فتح التعليقات
Tutup Komentar